-->

Minggu, 01 Mei 2011

koversi bilangan


Banyak sistem bilangan yang dapat dan telah dipakai dalam melaksa-nakan perhitungan. Tetapi ada sistem bilang¬an yang sudah jarang dipakai ataupun tidak dipakai lagi sama sekali dan ada pula sistem bilangan yang hanya dipakai pada hal-hal tertentu saja. Sistem bilangan limaan (quinary) dipergunakan oleh orang Eskimo dan orang Indian di Amerika Utara zaman dahulu. Sistem bilangan Romawi yang sangat umum dipakai pada zaman kuno, kini pemakaian¬nya terba¬tas pada pemberian nomor urut seperti I untuk pertama, II untuk kedua, V untuk ke¬lima dan seterusnya; kadang-kadang dipakai juga untuk penulisan tahun seperti MDCCCIV untuk menyatakan tahun 1804. Sistem bilangan dua belasan (duodecimal) sampai kini masih banyak dipakai seperti 1 kaki = 12 Inci, 1 lusin = 12 buah dan sebagai¬nya. Namun yang paling umum dipakai kini adalah sistem bilangan puluhan (decimal) yang kita pakai dalam kehidup¬an sehari-hari.
Karena komponen-komponen komputer digital yang meru¬pakan sistem digi¬tal bersifat saklar (switch), sistem bi¬langan yang paling sesuai untuk kom¬puter digital adalah sistem bilangan biner (binary). Keserdeha¬naan pengubahan bilangan biner ke bilangan oktal atau heksadesimal dan sebaliknya, membuat bi-langan oktal dan heksadesimal juga banyak dipakai dalam dunia komputer, ter-u¬tama dalam hubungan pengkodean. Bilangan Biner, Oktal dan Heksadesi¬mal akan dibahas dalam bab ini didahului dengan pemba¬hasan singkat tentang bilang¬an desimal se¬bagai pengantar.


1.1 Sistem Bilangan Puluhan
Sistem bilangan puluhan atau desimal (decimal system) adalah sistem bi-lan¬gan yang kita pergunakan sehari-hari. Sistem bilangan ini disusun oleh sepuluh simbol angka yang mempunyai nilai yang berbeda satu sama lain dan karena itu dikatakan bahwa dasar/basis atau akar (base, radix) dari pada sistem bilangan ini adalah sepuluh. Ke¬sepuluh angka dasar tersebut, sebagaimana telah kita ketahui, adalah: 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9. Nilai yang terkandung dalam setiap simbol angka secara terpisah (berdiri sendiri) disebut nilai mutlak (absolute value). Jelaslah bahwa harga maksimum yang dapat dinyatakan oleh hanya satu angka adalah 9. Harga-harga yang lebih besar dapat dinyatakan hanya dengan memakai lebih dari satu angka secara bersama-sama. Nilai yang dikandung oleh setiap angka di dalam suatu bilangan demikian ditentukan oleh letak angka itu di dalam deretan di samping oleh nilai mutlaknya. Cara penulisan ini disebut sebagai sistem nilai (berdasarkan) letak/posisi (positional value sys-tem). Angka yang berada paling ka¬nan dari suatu bilangan bulat tanpa bagian pecahan disebut berada pada letak ke 0 dan yang di kirinya adalah ke 1, ke 2 dan seterusnya sam¬pai dengan ke (n-1) jika bi¬langan itu terdiri dari n angka. Nilai letak dari pada angka paling kanan, yaitu kedudukan ke 0, adalah terkecil, yaitu 100 = 1. Nilai letak ke 1 adalah 101, nilai letak ke 2 adalah 102 = 100, dan seterusnya nilai letak ke n-1 adalah 10n-1.
Untuk bilangan yang mengandung bagian pecahan, bagian bulat dan pecah¬annya dipisahkan oleh tanda koma (tanda titik di Inggris, Amerika, dan lain-lain). Angka di kanan tanda koma puluhan (decimal point) disebut pada kedudukan negatif, yaitu letak ke -1, ke -2 dan seterus¬nya dan nilai letaknya adalah 10-1, 10-2, dan seterusnya 10-m untuk kedudukan ke (-m) di kanan koma puluhan. Nilai yang diberikan oleh suatu angka pada suatu bilangan ada¬lah hasil kali dari pada nilai mutlak dan nilai letaknya. Jadi, nilai yang diberikan oleh angka 5 pada bilangan 1253,476 adalah 5x101 = 50 dan yang diberikan oleh angka 7 adalah 7x10-2 = 0,07.
Secara umum, suatu bilangan puluhan yang terdiri atas n angka di kiri tanda koma puluhan dan m angka di kanan tanda koma puluhan, yang dapat dinyatakan dalam bentuk:
N = an-1 an-2 ... a1 a0, a-1 a-2 ... a-m,
mempunyai harga yang dapat dinyatakan dalam bentuk:
N = an-1 10n-1 + an-2 10n-2 +...+ a1 101 + a0 100 + a-1 10-1 + a-2 10-2 + ...
+ a-m 10-m (1.1)


1.2 Biner, Oktal dan Heksadesimal
Secara umum, semua sistem digital bekerja dengan sistem bilangan biner (binary) sehingga sistem binerlah yang paling penting dalam sistem digital. Selain sistem bilangan biner, sistem yang paling umum di¬pakai dalam pengkodean instruksi untuk komputer digital adalah sistem bilangan oktal dan hekadesimal.
Harga dalam desimal (puluhan) yang dinyatakan oleh suatu bilangan biner, oktal, heksadesimal atau yang lain-lain yang bukan desimal dapat dihitung dengan memakai rumus:
an-1an-2... a1a0 a-1a-2... a-m= an-1 Rn-1 + an-2 Rn-2 +... + a1 R1 + a0 R0
+ a-1 R-1 + ... + a-m R-m (1.2)
dengan: an-1 = angka yang paling kiri,
R = Angka dasar dari pada sistem bilangan
n = cacah angka yang menunjukan bilangan bulat
m = cacah angka yang menunjukkan bilangan pecahan

Persamaan (1.2), yang merupakan bentuk umum dari pada persamaan (1.1), berlaku untuk semua sistem bilangan yang berdasarkan letak yang tegas. Untuk semua sistem bilangan seperti bilangan Romawi, misalnya, persamaan ini tentunya tak dapat dipergunakan.

1.2.1 Bilangan Biner
Sistem bilangan biner mempunyai hanya dua macam sim¬bol angka, yaitu 0 dan 1, dan karena itu dasar dari sistem bilangan ini adalah dua. Harga yang ditun¬jukkan oleh bilangan biner dalam puluhan dapat dihitung dengan memakai per¬samaan (1.2) di atas dengan memasukkan R= 2 ke dalamnya. Sebagai contoh, harga bilangan biner 101,01 adalah :
1 x 22 + 0 x 21 + 1 x 20 + 0 x 2-1 + 1 x 2-2 = 5,25
Dapat disadari bahwa bila kita bekerja dengan lebih dari satu bilang¬an, maka kita akan mengalami kebingungan bila kita tidak memakai suatu tanda yang me¬nyatakan dasar setiap bilangan. Untuk mencegah hal ini, pada setiap bi-langan di¬cantumkan dasar bilangannya, seperti (101)2 atau 1012 untuk menyatakan bilangan 101 dalam biner. Jadi, contoh diatas dapat dituliskan sebagai :
(101,01)2 = (5,25)10
Untuk uraian selanjutnya, kita akan memakai cara pe¬nulisan ini bila¬mana diperlukan. Bilamana dasar dari pada bilangan sudah jelas dari uraian ataupun bila kita hanya membicarakan satu sistem bilangan, tentu¬nya kita tidak perlu dan tak akan memberikan tanda tersebut. Didalam praktek pemrograman komputer, sering tanda tersebut hanya diberikan kepada bilangan yang bukan puluhan.

1.2.2 Bilangan Oktal dan Heksadesimal
Bilangan Oktal mempunyai delapan macam simbol angka, yaitu: 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, dan karena itu, dasar daripada bilangan ini adalah delapan. Harga desimal yang dinyatakan oleh suatu bilangan oktal diperoleh dengan me-masukkan R= 8 kedalam pers. (1.2) di depan. Sebagai con¬toh,
(235,1)8 = 2 x 82 + 3 x 81 + 5 x 80 + 1 x 8-1 = (157,125)10.
Sistem bilangan Heksadesimal terdiri atas 16 simbol angka sehingga bilang-an dasarnya adalah 16. Sepuluh dari simbol tersebut diambil dari ke¬sepuluh simbol angka pada sistem bilangan puluhan dan enam angka yang lain diambil dari huruf dalam abjad A - F. Jadi, ke-16 simbol hek¬sadesimal adalah: 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, A, B, C, D, E, F. Huruf-huruf A, B, C, D, C dan F secara berturut-turut bernilai 10, 11, 12, 13, 14, 15.
Harga desimal yang dinyatakan oleh bilangan hek¬sadesimal juga dapat dihi¬tung dengan memasukkan harga R = 16 kedalam pers. (1.2) di depan. Sebagai con¬toh,
(3C5,A)16 = 3 x 162 + 12 x 161 + 5 x 160 + 10 x 16-1
= (965,0625)10
Yang membuat sistem bilangan oktal dan heksadesimal banyak di¬pakai dalam sistem digital adalah mudahnya peng¬ubahan dari biner ke oktal dan hek-sadesimal, dan sebaliknya, seperti akan dibicarakan dalam sub-bab berikut ini.


1.3 Konversi Bilangan
Konversi bilangan desimal ke sistem biner diperlukan dalam mener-jemahkan keinginan manusia kedalam kode-kode yang dikenal oleh sistem digital, terutama komputer digital. Konversi dari biner ke desimal diperlu¬kan untuk menterjemah¬kan kode hasil pengolahan sistem digital ke infor¬masi yang dikenal oleh manusia. Peng¬ubahan (konversi) dari biner ke oktal dan heksadesimal dan sebaliknya meru¬pakan pengantara konversi dari/ke biner ke/dari desimal. Konversi ini banyak di¬lakukan karena disamping cacah angka biner yang disebut juga "bit", singkatan dari "binary digit", jauh lebih besar diban-dingkan dengan angka-angka pada sistem oktal dan hek¬sadesimal, juga karena konversi itu sangat mudah.
Konversi dari biner, oktal dan heksadesimal ke sistem bilangan desi¬mal, se-perti telah dijelaskan di bagian depan, dapat dilakukan dengan me¬makai per-samaan (1.2). Konversi sebaliknya akan dite¬rangkan dalam sub-sub bab berikut ini.


1.3.1 Konversi Desimal-Biner
Kalau kita perhatikan konversi dari biner ke desi¬mal dengan memakai pers.(1.2), maka dapat dilihat bahwa untuk bagian bulat (di kiri tanda koma) kita peroleh dengan melakukan perkalian dengan 2 setiap kita bergerak ke kiri. Untuk bagian pecahan, kita melakukan pembagian dengan 2 setiap kita bergerak ke kanan. Untuk melakukan konversi dari desimal ke biner kita melakukan sebalik-nya, yaitu untuk bagian bulat bilangan desimal kita bagi dengan 2 secara ber-turut-turut dan sisa pembagian pertama sampai yang terakhir meru¬pakan angka-angka biner paling kanan ke paling kiri. Untuk bagian pecahan, bilangan desimal dikali¬kan 2 se¬cara berturut-turut dan angka di kiri koma desimal hasil setiap perkalian meru¬pakan angka biner yang dicari, berturut-turut dari kiri ke kanan. Contoh berikut ini memperjelas proses itu.





Contoh 1.
Tentukanlah bilangan biner yang berharga sama dengan bilangan desimal 118.
Pembagian secara berturut-turut akan menghasilkan:
118 : 2 = 59 sisa 0 7 : 2 = 3 sisa 1
59 : 2 = 29 sisa 1 3 : 2 = 1 sisa 1
29 : 2 = 14 sisa 1 1 : 2 = 0 sisa 1
14 : 2 = 7 sisa 0 0 : 2 = 0 sisa 0
Jadi, (118)10 = (01110110)2

Perhatikan bahwa walaupun pembagian diteruskan, ha¬sil berikutnya akan tetap 0 dan sisanya juga tetap 0. Ini benar karena penambahan angka 0 di kiri bi¬langan tidak mengubah harganya.

Contoh 2.
Tentukanlah bilangan biner yang berharga sama dengan bilangan desimal 0,8125.
Pengalian secara berturut-turut akan menghasilkan :
0.8125 x 2 = 1,625 0,500 x 2 = 1,000
0,625 x 2 = 1,250 0,000 x 2 = 0,000
0,250 x 2 = 0,500
Jadi, (0,8125)10 = (0,11010)2

Perhatikan bahwa angka-angka biner yang dicari ada¬lah angka yang di kiri tanda koma, dan yang paling kiri dalam bilangan biner adalah angka di kiri koma hasil perkalian pertama. Juga perhatikan bahwa walaupun penga¬lian diteruskan hasil perkalian akan tetap 0 dan ini be¬nar karena pe¬nambahan angka 0 ke kanan tidak akan meng¬ubah harganya.

Contoh 3.
Ubahlah bilangan desimal 457,65 ke bilangan biner.
Untuk melakukan konversi ini, dilakukan pembagian untuk bagian bulatnya dan pengalian untuk bagian pecahan¬nya seperti yang dilakukan pada kedua con¬toh sebelumnya, dengan hasil seba¬gai berikut ini:

457 : 2 = 228 sisa 1 0,65 x 2 = 1,3
228 : 2 = 114 sisa 0 0,30 x 2 = 0,6
114 : 2 = 57 sisa 0 0,60 x 2 = 1,2
57 : 2 = 28 sisa 1 0,20 x 2 = 0,4
28 : 2 = 4 sisa 0 0,40 x 2 = 0,8
14 : 2 = 7 sisa 0 0,80 x 2 = 1,6
7 : 2 = 3 sisa 1 0,60 x 2 = 1,2
3 : 2 = 1 sisa 1 0,20 x 2 = 0,4
1 : 2 = 0 sisa 1 0,40 x 2 = 0,8
0,80 x 2 = 1,6
Jadi, (457,65)10 = (111001001,1010011001 .....)2

Dari contoh terakhir ini dapat dilihat bahwa untuk bagian pe¬cahan, pengalian dengan 2 akan berulang-ulang menghasilkan deret¬an 1,6; 1,2; 0,4; 0,8 yang berarti bahwa deretan angka biner 11001100 akan berulang terus. Ini berarti bahwa ada bilangan pecah¬an puluhan yang tak dapat di¬sa¬jikan dalam biner dengan ketelitian 100 %. Ke¬salahan atau ralat konversi itu semakin kecil bila cacah angka biner (bit) yang dipergunakan lebih besar. Bagai¬manapun juga, cacah bit dalam setiap sistem digital sudah tertentu sehingga ketelitian pengkodean untuk setiap sistem digital sudah tertentu pula.


1.3.2 Konversi Biner-Oktal-Heksadesimal
Kemudahan konversi biner-oktal-heksadesimal secara timbal balik terletak pada kenyataan bahwa 3 bit tepat dapat menyatakan angka terbesar dalam oktal, yaitu 7, dan 4 bit tepat dapat menyatakan angka terbesar dalam hek-sadesimal, yaitu F=(15)10. Ini berarti bahwa untuk meng¬ubah bilangan biner ke oktal, bilang¬an biner dapat dikelompokkan atas 3 bit setiap kelom¬pok dan untuk meng¬ubah biner ke heksadesimal, bilangan biner dikelom¬pokkan atas 4 bit setiap kelompok. Pengelompokan harus dimulai dari kanan bergerak ke kiri. Sebagai contoh, untuk mem¬peroleh setara dalam oktal dan heksadesimal, bilangan biner 1011001111 dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1 011 001 111 10 1100 1111
(1 3 1 7)8 (2 C F )16
Konversi sebaliknya, dari oktal dan heksadesimal ke biner juga dapat dilaku¬kan dengan mudah dengan mengganti¬kan setiap angka dalam oktal dan hek¬sadesimal dengan se¬taranya dalam biner.
Contoh 1.
(3456)8 = (011 100 101 110)2
(72E)16 = (0111 0010 1110)2
Dari contoh ini dapat dilihat bahwa konversi dari oktal ke hek¬sadesi¬mal dan sebaliknya akan lebih mudah di¬lakukan dengan mengubahnya terlebih dahulu ke biner.
Contoh 2.
(3257)8 = (011 010 101 111)2
(0110 1010 1111)2 = (6AF)16
Perhatikan bahwa bilangan biner dalam konversi oktal biner dan kon¬versi biner-heksadesimal hanyalah berbeda dalam penge¬lompokannya saja.


1.3.3 Konversi Desimal-Oktal dan Heksadesimal
Konversi desimal ke oktal dan desimal ke heksadesimal dapat dila¬kukan dengan melakukan pembagian berulang-ulang untuk bagian bulat dan perkalian berulang-ulang untuk bagian pecahan seperti yang dilakukan pada konversi desi-mal-biner di bagian depan. Sebe¬narnya cara ini berlaku untuk semua dasar sistem bilangan.
Contoh : Untuk (205,05)10
Oktal: Heksadesimal:
205 : 8 = 25 sisa 5 205 : 16 = 12 sisa 13 = D
25 : 8 = 3 sisa 1 12 : 16 = 0 sisa 12 = C
3 : 8 = 0 sisa 3

0,05 x 8 = 0,4 0,05 x 16 = 0,8
0,40 x 8 = 3,2 0,80 x 16 = 12,8 (12 = C)
0,20 x 8 = 1,6 0,80 x 16 = 12,8
0,60 x 8 = 4,8
0,80 x 8 = 6,4
0,40 x 8 = 3,2
0,20 x 8 = 1,6
Jadi, (205,05)10 = (315,031463146...)8 = (CD,0CCCC..)16

1.4 Komplemen
Dalam sistem digital, semua perhitungan aljabar, baik perjum¬lahan, pengu-rangan, perkalian maupun pem¬bagian, dilaksanakan dengan penjum¬lahan. Perka¬lian dan pembagian dilaksanakan dengan melakukan penjum¬lahan diselingi peng¬geseran. Pelaksanaan pengu¬rangan dengan penjum¬lah¬an dilakukan dengan menambahkan harga negatif bilangan pengurang. Ini dapat dilihat dari persamaan:
X - Y = X + (- Y)
Dalam pelaksanaanya, semua bilangan negatif dinyatakan dalam harga kom¬plemennya. Untuk setiap sistem bilangan dengan dasar R, di¬be¬dakan 2 jenis kom¬plemen, yaitu komplemen R dan komplemen R-1. Jadi, untuk sistem bilangan desimal dengan R= 10 ada komplemen 10 dan ada komplemen 9; untuk oktal ada komple¬men 8 dan komplemen 7; untuk heksadesimal ada komplemen 16 dan komplemen 15, dan seterusnya.
Komplemen suatu bilangan N dalam sistem bilangan dengan dasar R dide-finisikan sebagai berikut :
Komplemen R dari N : (N)c,R = Rn - N , N =/ 0 (1.3)
= 0 , N = 0
Komplemen R-1 dari N : (N)c,R-1 = Rn - R-m - N (1.4)
dengan: n = cacah angka pada bagian bulat,
m = cacah angka pada bagian pecahan.

Contoh 1.
Tentukan komplemen R dari pada bilangan-bilangan berikut:
a. (345)10 b. (327,15)10 c. (10110)2
d. (1101,01)2 e. (320)16 f. (A53,2)16

Penyelesaian :
a. Komplemen 10: (345)c,10= 103- 345 = 1000 - 345 = 655
    Komplemen 9: (345)c,9 = 103- 100 - 345 = 654

b. Komplemen 10: (327,15)c,10 = 103- 327,15 = 1000,00 - 327,15 = 672,85
    Komplemen 9: (327,15)c,9 = 103- 10-2- 327,15 = 1000,00 - 0,01 - 327,15 = 672,84
c. Komplemen 2: (10110)c,2 = 25-(10110)2 = (100000)2 - (10110)2 = (01010)2
    Komplemen 1: (10110)c,1 = 25 - 20 - (10110)2 = (100000)2 - (00001)2 - (10110)2 = (01001)2

d. Komplemen 2: (1101,01)c,2 = 24 - (1101,01)2 = (10000,00)2 ( 1101,01)2 ( 0010,11)2
   Komplemen 1: (1101,01)c,1 = 25 - 20 - (1101,01)2 = (10000,00)2 ( 0,01)2 ( 1111,11)2 ( 1101,01)2    (   0010,10)2
e. Komplemen 16: (320)c,16 = 163- (320)16
= (1000)16 - (320)16 = (CE0)16
Komplemen 15: (320)c,16= 163- 160- (320)16
= (1000)16 - (001)16 - (320)16 = (CDF)16
f. Komplemen 16: (A53,2)c,16 = 163- (A53,2)16
= (1000,0)16 - (320,0)16 = (5AC,E)16
Komplemen 15: (A53,2)c,15 = 163 - 16-1 - (A53,2)16
= (1000,0)16
(0000,1)16
( FFF,F)16
( A53,2)16
(5AC,D)16
Dari definisi dan contoh-contoh di atas dapat dili¬hat bahwa komple¬men R-1 dari suatu bilangan dapat diperoleh dengan mengu¬rangi angka terbesar dengan setiap angka dalam bilangan yang ber¬sangkutan, sedang¬kan komple¬men R dapat diperoleh dengan menambahkan 1 ke angka paling kanan dalam komplemen R-1

Contoh 2.
Dari contoh 1 di atas dapat dilihat bahwa:

(345)c,9 = 654 (9-3= 6, 9-4= 5, 9-5= 4)
1
655 = (345)c,10

(327,15)c,9 = 672,84
1
672,85 = (327,15)c,10

(10110)c,1 = (01001)2
1
(01010)2 = (10110)c,2
dan seterusnya.


Sebenarnya, komplemen bilangan biner dapat diperoleh dengan sangat mudah. Komplemen 1 diperoleh dengan meng¬ganti¬kan setiap angka 0 menjadi 1 dan angka 1 menjadi 0. Komplemen 2 dapat diperoleh dengan menambahkan 1 kepada komplemen 1 atau kalau kita bergerak dari kanan ke kiri, biarkanlah semua angka 0 dan angka 1 paling kanan tak ber¬ubah dan semua angka yang di kiri angka 1 ini diubah dari 0 menjadi 1 dan dari 1 menjadi 0.
Contoh 3.
(a) Untuk bilangan biner 10100100
komplemen 1 adalah : 01011011
komplemen 2 adalah : 01011100
Perhatikanlah bahwa untuk komplemen 1, masing-masing bit dikom¬ple-menkan, 0 menjadi 1 dan 1 menjadi 0, sedang¬kan untuk komplemen 2 kedua bit 0 di kanan dan bit 1 paling kanan tidak di¬ubah sedangkan bit di kiri bit 1 paling ka¬nan ini dikomplemenkan masing-masing bitnya. Hal ini juga berlaku walaupun bi¬langan biner itu mempunyai bagian pecahan, seperti pada contoh (b) berikut ini.

(b) Untuk bilangan biner 10100,101
Komplemen 2 adalah: 01011,011
komplemen 1 adalah : 01011,010


1.5 Pengurangan Dengan Komplemen
Di bagian depan telah diterangkan bahwa tujuan pe¬makaian komple¬men adalah untuk melaksanakan pengurangan dengan pen¬jumlahan. Hal ini dapat di¬lakukan dalam setiap sistem bilangan. Karena pengurangan dalam sistem bilangan desimal dapat dilakukan dengan mudah kalau me¬makai alat-alat tulis, pengurang¬an dengan komplemen tidak memberi¬kan keuntungan. Tetapi, dalam sistem elek¬tronik digital cara pengurangan dengan komplemen ini sangat penting, dan se¬mua sistem digital memakai cara ini. Ini penting karena pengubahan bilangan biner menjadi komple¬mennya dapat di¬lakukan dengan mudah dan karena peranti keras (hard ware) untuk penjumlahan dan pengurangan dapat menggunakan kom¬ponen yang sama sehingga harga akan lebih murah.

1.5.1 Pengurangan dengan komplemen R
Pengurangan dengan komplemen R (komplemen 10 dalam sistem bilangan desimal, komplemen 2 dalam biner) untuk dua bilangan dapat dilakukan sebagai berikut:
Sebutlah yang dikurangi sebagai M dan pengurang sebagai N. Untuk meng-hi¬tung M - N, nyatakan N sebagai komplemen R-nya dan tam¬bahkan ke M. Bila ada "end carry" (penambahan angka di kiri) pada penjumlahan itu, maka angka tambahan tidak dipakai (dibuang saja). Bila tidak ada "end carry" ini ber¬arti bahwa hasil pe¬ngurangan (yang dilakukan dengan pen¬jum-lahan) itu adalah negatif. Untuk hal terakhir ini, harga hasil sebenarnya adalah negatif dari pada komple¬men hasil penjum¬lahan itu.

Contoh 1. Pengurangan dengan komplemen 10 untuk desimal.
25643 - 13674: M = 25643 25643
N = 13674 komplemen 10 = 86326
+
end carry 11969
end carry, dibuang : 11969

10023 - 13674: M = 10023 10023
N = 13674, komplemen 10 = 86326
+
96349

Karena tidak ada end carry, hasil ini dikomplemenkan, sehingga hasil sebe-narnya adalah - 03651.

Contoh 2.
Pengurangan dengan komplemen 2 untuk biner.
100100 - 100010 : M= 100100, N= 100010
dan -N= (100010)c,2 = 011110

Maka hasil pengurangan adalah :
100100
011110
+
end carry 000010
end carry, dibuang : 000010


100100 - 101100 :
Karena (101100)c,2 = 010100, maka penjumlahan menghasilkan :
100100
010100
+
111000

Karena tidak ada end carry, harga sebenarnya adalah negatif dari 111000, yaitu: -001000.

1.5.2 Pengurangan dengan komplemen R-1
Seperti pada pengurangan dengan komplemen R, pada pengu¬rangan dengan komplemen R-1 juga pengurang N dinyatakan dalam komplemen¬nya, yaitu kom¬plemen R-1. Harga komplemen ini ditambahkan ke bilangan yang dikurangi M. Perbedaan pelaksana¬annya dengan pengurangan dengan komplemen R adalah pena¬ngganan end-carry. Kalau pada pengurangan dengan komplemen R end-carry itu dibuang, maka pada komplemen R-1 end carry itu ditambahkan ke angka yang paling kanan hasil penambahan. Penanganan carry seperti ini disebut "end carry-around carry".
Contoh 1. Desimal: 25643 - 13674: 10023 - 13674:

25643 25643 10023 10023
- 13674 86325 - 13674 86325
end carry 11968 96348
1 (negatif)
11969 Komplemen-9 = - 03651

Contoh 2.
Biner : 100100 100100
100010 011101
end carry 000001
1
000010

100100 100100
101100 010011
110111

Negatif komplemen-1: - 001000

Dari uraian di atas dapat dilihat bahwa pengubahan suatu bilangan ke kom¬plemen R-1 lebih mudah dibandingkan dengan pengubahan ke kom¬plemen R. Tetapi dalam pelaksanaan penjum¬lahan, komplemen R-1 mem¬butuhkan dua kali penjumlahan bila ada "end carry", sedangkan dalam komplemen R end carry di¬abaikan/ dibuang saja tanpa perlu dijumlahkan lagi. Disamping itu, dalam penya¬jian dengan komplemen R-1 ada dua harga 0, yaitu +0 dan -0, sedangkan dalam komplemen R hanya ada satu 0. Hal ini dapat ditunjukkan dengan pengurangan suatu bilangan dengan bilangan itu sendiri. Sebagai contoh, hasil 1011 - 1011 ada¬lah:

Komplemen 2: 1011
0101
+
0000 (end carry dibuang)

Komplemen 1: 1011
0100
+ (tak ada end carry, negatif)
1111

Dalam perhitungan Aljabar, adanya dua harga nol ini dapat mem-bingungkan, teru¬tama bila tanda dipakai untuk menentukan langkah proses selanjutnya. Namun demikian, karena mudahnya pengubahan ke komple¬men 1 dalam biner, penyajian dalam komplemen 1 masih juga dipakai.

1.6 Pengurangan dalam Komputer Digital
Setiap satuan data dalam komputer digital disajikan/dinyatakan dengan se¬deretan angka-angka biner dengan panjang yang tertentu. Penya¬jian yang paling umum adalah dengan panjang deretan yang merupakan kelipatan 4 atau 8 seperti 4, 8, 16, 36, atau 64 bit. Panjang deretan yang membentuk satu kesatuan data ini sering disebut "panjang kata" (word length).
Untuk data yang bersifat bilangan, setiap kata mempunyai bit tanda yang bi¬asanya digunakan bit yang paling tinggi nilainya (Most Significant Bit, disingkat MSB), yaitu bit paling kiri. Untuk bilangan yang positif, umumnya bit tanda berharga 0, sedangkan untuk bilangan negatif bit tanda ini berharga 1. Bilangan negatif dapat disajikan dalam 3 cara, yaitu :
1. Dalam bentuk harga mutlak/magnitude dengan tanda (signed magnitude).
2. Dalam bentuk komplemen 1.
3. Dalam bentuk komplemen 2.
Dalam penyajian dalam bentuk harga mutlak dengan tanda, harga data yang sebenarnya dapat dilihat langsung dari bagian harga mutlaknya dan bit tanda. Ope¬rasi pengurangan dalam penyajian ini dilakukan seperti biasa dan tanda hasil¬nya ditentukan dengan membandingkan harga mutlak dari bilangan pengurang terha¬dap yang dikurangi. Jadi, bit tanda diperla¬kukan secara terpisah. Dibanding¬kan dua cara penyajian lainnya, penyajian ini lebih jarang dipakai dalam kom¬puter kini.
Penyajian dalam komplemen tidak memperlakukan bit tanda terpisah dari bit-bit harga mutlak. Harga mutlak sebenarnya tergantung dari harga bit tanda. Setiap data bilangan negatif mempunyai bit tanda 1 dan untuk mengetahui harga mutlaknya, bilangan itu harus dikomplemenkan secara keseluruhan. Tetapi harga mutlak bilangan positif segera dapat dilihat dari penyajian biner bilangan itu. Seba¬gai contoh, untuk menyatakan bilangan desimal -45 dalam biner 8 bit, perta¬ma harus dicari setara 45 dalam biner, baru dikomplemenkan. Harga biner 45 disajikan dalam 8 bit adalah 0010 1101. Maka -45 adalah 1101 0010 dalam kom¬plemen 1 dan 1101 0011 dalam komplemen 2.
Karena panjang kata dalam setiap komputer sudah tertentu maka dalam melakukan pengurangan dalam komplemen, semua bit sebelah kiri yang berharga 0 pun harus ditunjukkan secara lengkap, tak boleh hanya memperhatikan bit-bit yang di sebelah kanan bit 1 paling kiri. Sebagai contoh, untuk mengurangkan 17 - 5 dalam biner, maka pengurangan harus dilakukan sebagai berikut :

Komplemen 1 : 0001 0001 0001 0001
0000 0101 1111 1010
end carry around 0000 1011
1
0000 1100

Komplemen 2 : 0001 0001 0001 0001
0000 0101 1111 1011
0000 1100
end carry dibuang 0000 1100


Kalau seandainya kedua operannya tidak dinyatakan secara lengkap, maka akan diperoleh :

17 10001 dapat membawa kepada 10001
5 101 011
10100
Ini jelas salah. Kesalahan ini sebenarnya dapat segera dilihat bila diperhati-kan bahwa hasil 10001-101 bertanda negatif (bit paling kiri ber¬harga 1).
Dalam melihat harga sebenarnya daripada hasil pengurangan, perha¬tikan contoh berikut ini.
0000 0101 0000 0101 0000 0101
0101 1100 1001 0011 1001 0100
1001 1000 1001 1001

Harga sebenarnya : - (0110 0111) - (0110 0111)
(komplemen 1) (komplemen 2)

1.7 Penyajian Data
Seperti diterangkan di bagian depan, setiap sinyal diskrit dapat dinya-takan sebagai kombinasi dari sejumlah angka biner (bit). Penyataan ini berarti pengubah¬an suatu bentuk informasi kebentuk yang lain dengan pengkodean yang terdiri atas sekelompok biner yang merupakan satu kesa¬tuan. Pengelompokkan yang paling banyak dilakukan adalah pengelompok¬an atas kelipatan 4 bit. Kode yang terdiri atas 4 bit disebut "Nibble", kelom¬pok yang terdiri atas 8 bit disebut "byte", dan kelompok terdiri dari 16 bit (2 byte) disebut "word". Word yang terdiri atas lebih dari 2 byte sering disebut long word. Berikut ini diuraikan secara singkat beberapa jenis kode yang sering dipergunakan dalam teknik digital.


1.7.1 Kode BCD
Seperti telah diterangkan dalam uraian mengenai sistem bilangan oktal dan heksadesimal di bagian depan, untuk menyatakan 1 angka desi¬mal diperlukan 4 angka biner. Tetapi dengan 4 bit sebenarnya dapat dinya-takan 16 macam simbol yang berbeda sehingga kesepuluh simbol dalam bilangan desimal dapat dinya-takan dengan beberapa himpunan (set) kode yang berbeda. Perlu dibedakan dengan tegas antara pengkodean dan konversi. Kalau suatu bilangan dikonversikan ke bilangan lain maka kedua bilangan itu mempunyai harga/nilai. Sebagai contoh, kalau angka 8 desimal dikonversikan ke biner, maka satu-satunya pilihan adalah 1000. Tetapi kalau angka 8 ini dikodekan ke biner, ada bermacam-macam kode yang dapat dibentuk, walaupun hanya terdiri atas 4 bit. Dari bermacam-macam kode untuk angka-angka desimal, kode BCD (singkatan dari Binary Coded Deci¬mal) merupakan kode yang paling sederhana karena kode itu sendiri merupakan konversi dari desimal ke biner.
Setiap bit dalam BCD diberi bobot menurut letaknya dalam urutan kode se-suai dengan rumus (1.2) di depan, yaitu 1, 2, 4, dan 8, berurut dari bit yang paling kanan. Jadi, untuk angka 9, yaitu 8 + 1, kode BCD-nya adalah: 1001; untuk angka 6 yaitu 4 + 2, kodenya adalah: 0110. Kode-kode 1010, 1100, 1011, 1100, 1101, 1110, dan 1111 tidak ada didalam BCD karena nilai kode-kode ini sudah lebih dari 9. Kode-kode BCD yang lengkap ditunjukkan pada Tabel 1.1.
Setiap angka desimal dikodekan dengan satu BCD yang empat bit. Karena itu, untuk menyatakan bilangan desimal ratusan diperlukan 3 kode BCD, jadi 12 bit. Sebagai contoh, bilangan 163 dikodekan dengan 0001 0110 0011.
Seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1.1, bobot bit pada setiap posisi dapat dibuat berbeda-beda. Keuntungan kode BCD standar (8421) terletak pada kenya¬taan bahwa kode itu merupakan konversi langsung dari bit ke angka desimal. Dengan memberi bobot yang lain dapat diperoleh keuntung¬an berupa simetri atau sifat komplemen. Sebagai contoh, kode dengan bobot 2421 dan 84-2-1 mempu¬nyai sifat mengkomplemenkan sendiri (self com¬plementing). Perhatikan bahwa komplemen 3 adalah 6 dan dalam kode 84-2-1 ini ditunjukkan dengan 1010 (=6) yang merupakan komplemen dari 0101 (=3).


Tabel 1.1. Kode-kode untuk angka-angka desimal
Desi- BCD* Excess-3
mal 8,4,2,1 (XS3) Gray 8,4,-2,-1 2,4,2,1
0 0000 0011 0000 0000 0000
1 0001 0100 0001 0111 0001
2 0010 0101 0011 0110 0010
3 0011 0110 0010 0101 0011
4 0100 0111 0110 0100 0100
5 0101 1000 1110 1011 1011
6 0110 1001 1010 1010 1100
7 0111 1010 1011 1001 1101
8 1000 1011 1001 1000 1110
9 1001 1100 1000 1111 1111
* Kode dengan bobot 8421 dianggap sebagai kode BCD standar.


1.7.2 Kode Excess-3 (XS3)
Seperti dapat dilihat dari Tabel 1.1, kode Excess-3 (XS3) diperoleh dengan menambahkan 3 (=0011) kepada kode BCD standar, dan inilah alasan pemberian namanya. Tetapi dengan penambahan ini diperoleh sifat bahwa komplemen dalam kode XS3 juga menghasilakan komplemen dalam desimal. Sebagai contoh, kom¬plemen 0100 (= 1 dalam desimal) adalah 1011 (= 8 dalam desimal) dan dalam desimal 1 adalah 8. Watak mengkom-plemenkan sendiri (self complementing) ini sangat berguna dalam komputer yang menggunakan kode BCD dalam perhitung¬annya sebab rangkaian elektronik komplemennya menjadi sederhana.




1.7.3 Kode Gray
Dalam kode Gray, setengah bagian atas, yaitu untuk kode desimal 5-9, meru¬pakan bayangan cermin dari pada setengah bagian bawah, yaitu kode untuk desi¬mal 0-4, kecuali untuk bit 3 (bit ke 4 dari kanan). Sifat ini disebut reflective. Di samping itu, seperti dapat dilihat pada Tabel 1.1 di depan, kode Gray juga mem¬punyai sifat bahwa kode untuk desimal yang berturutan berbeda hanya pada 1 bit. Sifat ini sangat penting dalam pengubahan sinyal-sinyal mekanis atau listrik ke bentuk digital. Sebagai contoh, kalau tegangan yang dikenakan pada suatu voltme¬ter digital berubah dari 3 volt ke 4 volt (dalam biner dari 0011 ke 0100), maka ada kemungkinan bit 2 (bit ke 3 dari kanan) akan berubah lebih dulu dari bit-bit yang lain sehingga akan memberikan penunjukan sementara 0111 (= 7) yang jelas salah. Dengan penggunaan kode Gray kesalahan seperti ini tidak akan terjadi.

1.7.4 Kode penunjuk kesalahan
Dalam hubungan antar satu komputer dengan yang lain, sering terjadi perbe¬daan antara sinyal yang dikirim dan sinyal yang diterima. Ini terjadi karena adanya gangguan (noise) yang timbul pada saluran komunikasinya. Untuk mengetahui adanya kesalahan itu sering ditambahkan satu bit tambahan kepada kode sinyal aslinya. Bit tambahan ini disebut bit parity. Dengan penambahan bit parity ini, maka kesalahan satu bit dalam setiap kode yang merupakan kesatuan dapat diketa¬hui/diditeksi. Bit parity biasa¬nya ditambahkan pada saat pengiriman dan di¬buang kembali di sisi pene¬rimaan sebelum diproses. Perlu dicatat bahwa bit parity ini hanyalah menunjukkan adanya kesalahan, bukan membetulkan kesalahan itu.
Dalam pemakaian bit parity dikenal dua macam cara: parity genap (even) dan parity ganjil (odd). Dalam sistem parity ganjil, cacah bit 1 harus selalu ganjil. Bila dalam sistem ini diterima suatu kode dengan cacah bit 1 yang genap, ini ber-arti telah terjadi kesalahan dalam pengiriman. Dalam sistem parity genap cacah bit 1 dalam setiap unit kode harus tetap genap. Bila dalam sistem ini diterima diterima suatu satuan kode dengan cacah bit 1 yang ganjil, maka suatu kesalahan telah ter¬jadi dalam transmisi. Sebagai contoh, untuk kode-kode BCD standar di depan, satu angka desimal akan dikirimkan sebagai satuan yang terdiri atas 5 bit setelah ditambahkan satu bit parity, biasanya pada posisi nilai tertinggi (di kiri). Untuk kode-kode desimal 5 dan 8, yang kode sebenarnya adalah 0101 dan 1000, dalam sistem parity ganjil akan dikirimkan sebagai 10101 dan 01000, sedangkan pada sistem parity genap kode-kode tersebut akan dikirimkan sebagai 00101 dan 11000.



1.7.5 Kode Alfanumerik
Dalam penggunaan komputer secara umum, walaupun kode yang diolah dalam komputer itu sendiri adalah angka-angka biner, tetapi selain angka-angka desimal juga diproses huruf-huruf dan tanda-tanda baca/tanda khusus lainnya. Untuk memroses data seperti ini tentunya diperlukan sistem kode yang lebih luas dari pada sistem-sistem kode yang telah di¬terangkan sebelumnya. Kode yang ber¬laku umum ini disebut kode "Alphanumeric" yang sering juga disingkat dengan nama "Alphameric". Dua jenis kode yang paling umum dipakai dalam dunia kom¬puter sekarang ini adalah: ASCII (baca: eskii, singkatan dari: American Standard Code for Information Inter¬change) dan EBCDIC (baca: ebsidik, singkatan dari: Extended Binary Coded Decimal Interchange Code).
ASCII terdiri atas 7 bit yang dapat mengkodekan semua angka desimal, huruf abjad, baik huruf besar maupun kecil, tanda-tanda khusus dan tanda baca, dan beberapa kode kendali/kontrol yang umum dipakai dalam komu¬nikasi data. Dalam praktek sekarang, walaupun aslinya 7 bit, kebanyak¬an ASCII menggunakan 8 bit dengan bit tambahan dipakai sebagai bit parity, kadang-kadang untuk membentuk aksara yang bukan aksara latin.
Sistem kode EBCDIC terdiri atas 8 bit, digunakan dalam komputer-komputer IBM tipe 360 dan 370 yang sangat terkenal itu.
Dalam perekaman data pada kartu tebuk (puch card), data alfanume¬rik diko¬dekan dengan menggunakan kode Hollerith standar yang terdiri atas 12 bit. Kartu tebuk standar terdiri atas 80 kolom yang terdiri atas 12 baris tebukan yang dibeda¬kan atas 2 kelompok, yaitu baris 12, 11, dan 0 di bagian atas disebut sebagai zone dan baris 9, 8, 7,.., 1 di bagian bawah disebut baris numeric.
Dalam Tabel 1.2 ditunjukkan ketiga jenis kode Alfanumerik yang disebut di atas. Bilangan yang ditunjukkan dalam kolom kode Hollerith dalam tabel ini menunjuk¬kan nomor baris yang ditebuk/dilubangi sedangkan posisi yang tidak ditunjuk¬kan berarti kosong. Perhatikan bahwa kode-kode EBCDIC sangat erat hubungan¬nya dengan kode Hollerith. Terutama dalam kode huruf, naiknya satu harga angka hek¬sadesimal pertama pada kode EBCDIC setara dengan turunnya satu baris lubang pada kode Hollerith. Juga perhatikan bahwa dalam kode Hollerith, angka dinyatakan dengan 1 lubang, huruf dengan 2 lubang sedangkan tanda lain dari 1, 2, atau 3 lubang pada kolom yang sama. Dalam EBCDIC, untuk 4 bit paling kiri, angka dinyatakan dengan 1111 (F heksadesimal), huruf kapital dinyatakan dengan C s/d E dan untuk huruf kecil dinyatakan dengan angka heksa¬desi¬mal 8 s/d A, se¬dang tanda lain dinyatakan dengan 01xx, dengan x dapat berarti 0 atau 1. Dalam ASCII, karakter dengan kode dibawah 20 heksadesimal digunakan sebagai kode kendali komunikasi, angka dikode¬kan dengan 30h - 39h, huruf kapital dikodekan 41h - 5Ah, huruf kecil 61h - 7Ah dan kode yang lainnya untuk tanda-tanda baca. Jelaslah bahwa kode ASCII lebih mudah untuk diingat.









Tabel 1.2. Kode Alfanumerik ASCII, EBCDIC, dan Hollerith

Tanda ASCII EBCDIC Kartu Tanda ASCII EBCDIC Kartu
NUL 00 00 12,0,9,8,1 blank 20 40 no punch
SOH 01 01 12, 9, 1 ! 21 5A 12,8,7
STX 02 02 12, 9, 2 " 22 7F 8,7
ETX 03 03 12, 9, 3 # 23 7B 8,3
BOT 04 37 9,7 $ 24 5B 11,8,3
ENQ 05 2D 0, 9,8,5 % 25 6C 0,8,4
ACK 06 2E 0, 9,8,6 & 26 50 12
BEL 07 2F 0,9,8,7 ' 27 7D 8,5
BS 08 16 11,9,4 ( 28 4D 12,8,5
HT 09 05 11,9,5 ) 29 5D 11,8,5
LF 0A 25 0,9,5 * 2A 5C 11,8,4
VT 0B 0B 12,9,8,3 + 2B 4E 12,8,6
FF 0C 0C 12,9,8,4 , 2C 6B 0,8,3
CR 0D 0D 12,9,8,5 - 2D 60 11
S0 0E 0E 12,9,8,6 . 2E 4B 12,8,3
S1 0F 0F 12,9,8,7 / 2F 61 0,1
DLE 10 10 12,11,9,8,1 0 30 F0 0
DC1 11 11 11,9,1 1 31 F1 1
DC2 12 12 11,9,2 2 32 F2 2
DC3 13 13 11,9,3 3 33 F3 3
DC4 14 35 9,8,4 4 34 F4 4
NAK 15 3D 9,8,5 5 35 F5 5
SYN 16 32 9,2 6 36 F6 6
ETB 17 26 0,9,6 7 37 F7 7
CAN 18 18 11,9,8 8 38 F8 8
EM 19 19 11,9,8,1 9 39 F9 9
SUB 1A 3F 9,8,7 : 3A 7A 8,2
ESC 1B 24 0,9,7 ; 3B 5E 11,8,6
FS 1C 1C 11,9,8,4 < 3C 4C 12,8,4
GS 1D 1D 11,9,8,5 = 3D 7E 8,6
RS 1E 1E 11,9,8,6 > 3E 6E 0,8,6
US 1F 1F 11,9,8,7 ? 3F 6F 0,8,7
@ 40 7C 8,4


Tabel 1.2. Kode Alfanumerik (Lanjutan)
Tanda ASCII EBCDIC Kartu Tanda ASCII EBCDIC Kartu
A 41 C1 12,1 a 61 81 12,0,1
B 42 C2 12,2 b 62 82 12,0,2
C 43 C3 12,3 c 63 83 12,0,3
D 44 C4 12,4 d 64 84 12,0,4
E 45 C5 12,5 e 65 85 12,0,5
F 46 C6 12,6 f 66 86 12,0,6
G 47 C7 12,7 g 67 87 12,0,7
H 48 C8 12,8 h 68 88 12,0,8
I 49 C9 12,9 i 69 89 12,0,9
J 4A D1 11,1 j 6A 91 12,11,1
K 4B D2 11,2 k 6B 92 12,11,2
L 4C D3 11,3 l 6C 93 12,11,3
M 4D D4 11,4 m 6D 94 12,11,4
N 4E D5 11,5 n 6E 95 12,11,5
O 4F 6 11,6 o 6F 96 12,11,6
P 50 D7 11,7 p 70 97 12,11,7
Q 51 D8 11,8 q 71 98 12,11,8
R 52 D9 11,9 r 72 99 12,11,9
S 53 E2 0,2 s 73 A2 11,0,2
T 54 E3 0,3 t 74 A3 11,0,3
U 55 E4 0,4 u 75 A4 11,0,4
V 56 E5 0,5 v 76 A5 11,0,5
W 57 E6 0,6 w 77 A6 11,0,6
X 58 E7 0,7 x 78 A7 11,0,7
Y 59 E8 0,8 y 79 A8 11,0,8
Z 5A E9 0,9 z 7A A9 11,0,9
[ 5B AD 12,8,2 ( 7B 8B 12,0
\ 5C 15 0,8,2 | 7C 4F 12,11
] 5D DD 11,8,2 ) 7D 9B 11,0
^ 5E 5F 11,8,7 ~ 7E 4A 11,0,1
_ 5F 6D 0,8,5 DEL 7F 07 12,9,7
‘ 60 14 8,1
*) ASCII dan EBCDIC ditulis dalam kode Hexadecimal






1.8 Soal Latihan
1. Nyatakanlah bilangan-bilangan desimal berikut dalam sistem bilangan:
a. Biner, b. Oktal, c. Heksadesimal.
5 11 38 1075 35001 0.35 3.625 4.33

2. Tentukanlah kompelemen 1 dan kompelemen 2 dari bilangan biner berikut:
1010 1101 11010100 1001001

3. Tentukanlah kompelemen 9 dan kompelemen 10 dari bilangan desimal berikut:
21 139 2400 9101

4. Tentukanlah kompelemen 7 dan kompelemen 8 dari bilangan Oktal berikut:
21 137 320 161

5. Tentukanlah kompelemen 15 dan kompelemen 16 dari bilangan Heksadesi-mal:
BAC B3F 120 1A1

6. Dengan panjang kata 8 bit dan bit paling kiri menyatakan tanda, 0= positif dan 1= negatif, nyatakanlah bilangan-bilangan desimal berikut dalam biner dengan menggunakan kompelemen 1 dan kompelemen 2:
7 -11 -27

7. Dalam sistem yang menggunakan ukuran kata 16 bit, tentukanlah harga desi-mal dari bilang¬an-bilangan berikut:
Biner : 0100 1101 1100 1000; 1011 0100 1010 0101
Oktal : 73 ; 201 ; 172
Heksadesimal: 6B ; A5 ; 7C

8. Dengan melakukan operasi penjumlahan, laksanakan pengurangan berikut:
Desimal: 125 - 32; 15 - 72
Biner : 1001 - 1000; 1001 - 1110
(panjang kata 8 bit)
9. Nyatakanlah bilangan desimal berikut dalam kode-kode BCD, Gray dan Ex-cess-3:
51 125 0234

10. Tentukanlah hasil penjumlahan dalam kode BCD berikut:
52 + 19 125 + 93 59 + 45

11. Tuliskanlah kode ASCII dan EBCDIC, baik secara biner maupun heksadesi-mal, larik : "Kodya Medan (SUMUT)".